Halaman

Sabtu, 09 Januari 2016

Gunung Patah Masih Merupakan Misteri Bagi Para Penggiat Alam Bebas Bengkulu dan Sumsel

Tahun 2001 beberapa rekan dari Mapala Dinamik UMS ( Univ Muhamadyah Surakarta) mengajak bergabung untuk dapat memandu pendakian Gunung Patah, dikarenakan informasi dan peta topografi yang sulit di cari maka xpdc ini di urungkan.

Tahun 2002 pendakian mulai dirintis dengan informasi dan bantuan peta dari RPU (Rhino protection Unit) program konservasi badak, yang pernah melakukan patroli dan survey dikawasan gunung ini, berbekal informasi tersebut di lakukan eksplorasi pendakian melalui desan manau 9, padangguci oleh 9 orang anggota Kampala FP UNIB, pendakian hanya mencapai titik optimum 1800 mdpl sisi kanan sungai cawang kidau.

Sumber Foto by Google Map

Tahun 2007 beberapa rekan palasostik memulai melakukan eksplorasi melalui sisi timur dari gunung ini, yaitu melalui Desa candi yang masuk ke dalam kab lahat, berdasarkan report para pendaki bahwa kawan palasostik telah berhasil mencapai puncak patah, namun untuk kawah dan dan danau tidak ditemukan.

Beberapa pendaki dari sumsel telah melakukan pendakian di gunung ini, bahkan organisasi pendaki gunung penempuh rimba tertua indonesia juga telah melakukan ekaplore namun report mengenai kondisi puncak, kawah dan jalur belum pernah terpublis.

Di tahun 2015 bulan mei, beberapa ex pendaki gn patah 2002 dengan tambahan personel yang masih muda mencoba melakukan eksplorasi kembali dari jalur yang sama melalui padangguci, lebatnya vegetasi dan faktor curah hujan yang tinggi, misi pendakian hanya nencapai ketinggian optimum 2418 mdpl, 150 meter lagi mencapai puncak danau yang ketinggianya 2550 mdpl.

Agustus 2015 beberapa pendaki dari mahasiswa UMY mencoba melakukan eksplorasi dari jalur timur sumsel, misi berhasil pada puncak gunung patah.

September 2015 beberapa pendaki dari muara enim mencoba melakukan pendakian dari sisi timur laut, dan para pendaki berhasil menemukan tapal batas propinsi juga puncak kawah yang ketinggiannya 2600 mdpl.

Gunung patah masih menjadi misteri, apakah merupakan gunung vulkanik yang membahayakan atau hanyalah gunung api purba, kerapatan vegetasi memperkaya ragam jenis satwa liar.

Dari peta satelit bahwasannya kawasan gunung patah merupakan salah satu hutan tropis yang msih alami di sepanjang bukit barisan dari NAD hingga lampung.

Anda tertarik bergabung dalam pendakian Explorasi gunung patah, siapkan fisik dan perlengkapan anda, Bulan mei kita berpetualang !  Hubungi : Jack Rimbawan

Rabu, 06 Januari 2016

Situs Megalitik Batu Cagak Kab. Kaur

Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar,karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang, Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.

Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu : 1) Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis. 2) Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.

Peninggalan kebudayaan megalithikum ternyata masih dapat Anda lihat sampai sekarang, karena pada beberapa suku-suku bangsa di Indonesia masih memanfaatkan kebudayaan megalithikum tersebut. Contohnya seperti suku Besemah dan beberapa suku lainnya di Indonesia.

Budaya megalitik Besemah mulai diteliti pertama kali dan ditulis oleh L. Ullmann dalam artikelnya Hindoe-belden in binnenlanden van Palembang yang dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisan Ullmann tersebut H. Loffs menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan peninggalan dari masa Hindu. namun pendapat ini ditentang oleh Van der Hoop pada tahun 1932, ia menyatakan bahwa peninggalan tersebut dari masa yang lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop, penelitian tentang megalitik Besemah dilanjutkan oleh peneliti-peneliti arkeologi, seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dan peneliti dari Balai Arkeologi Palembang secara intensif melakukan penelitian di wilayah Besemah sampai saat ini.
 
 


Daerah Besemah yang pernah diteliti oleh Van der Hoop, Tombrink, Westenek, Ullman, dan peneliti lainnya, daerah ini mudah dicapai dari kota-kota besar di sekitarnya, baik dari Jambi, Lubuklinggau, Palembang, dan Bengkulu, karena tersedia jalan besar yang menghubungkan Besemah dengan kota-kota besar di sekitarnya. Situs-situs megalitik dataran tinggi Besemah meliputi daerah yang sangat luas mencapai 80 km². Situs-situs megalitik tersebar di dataran tinggi, puncak gunung, lereng, dan lembah. ‪#‎sumberinternet‬

Situs Megalitik Batu Cagak secara geografis merupakan situs yang terletak di lembah Bukit Pandan Kecamatan Muara Sahung, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Secara administratif letak situs ini berada di perbatasan antara HPT Kaur Tengah dengan Hutan Marga Kecamatan Tetap Kab. Kaur Provinsi Bengkulu berjarak sekira 13 kilometer dari jalan raya km 40 Kab. Kaur.

Di dalam wilayah ini terdapat ratusan batu-batu besar dengan ketinggian rata-rata 6 - 13 meter. Wilayah ini dihuni oleh beberapa kepala keluarga dari beberapa suku yang berbeda diantaranya suku besemah, suku kaur, suku sunda, dll. Perbedaan aliran kepercayaan bukan berarti mereka tidak bisa hidup damai, mereka saling menghormati dan menghargai. Keberadaan situs Batu Cagak ini juga dimanfaatkan sebagian masyarakat kabupaten Kaur untuk berziarah kepuyangan.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya mereka memilih untuk bertanam padi (sawah), dan berkebun kopi, cengkeh, karet, dll atau lebih tepatnya berladang. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, ada yang memilih untuk putus sekolah dikarenakan lokasi sekolah sangat jauh, lebih lanjut keadaan jalan menuju sekolah sangatlah sulit untuk dilalui. Ada juga yang memilih untuk merantau ke daerah lain yang dekat dengan sekolahnya.
 
Salam Lestari | Salam Pecinta Alam | Salam Rimbawan | Salam Budayawan

Selasa, 05 Januari 2016

Air Terjun Batu Rigis Padang Guci Kab. Kaur

Air Terjun Batu Rigis merupakan salah satu dari beberapa air terjun yang berada di kaki gunung Patah Provinsi Bengkulu, secara geograpis berada pada ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut. dengan lokasi desa terdekat adalah Desa Bungin Tambun III, Kec. Padang Guci Hulu, Kab. Kaur, Provinsi Bengkulu. 

Kondisi topografi  yang bergelombang dan berbukitan, membuat wilayah ini memiliki banyak Air terjun sangat menakjubkan,diantaranya adalah Air Terjun Batu Rigis. Nama Air Terjun "Batu Rigis" ini diambil dari letaknya yang berada dalam kawasan hutan Batu Rigis Padang Guci Hulu. Air Terjun ini tidak sama pada air terjun umumnya yang langsung jatuh dari ketinggian tertentu. Namun, air terjun ini mengalir deras membentuk spit yang berliku yang membelah batu besar dan tinggi dengan panjang sekira 15 meter. Air terjun ini mengalir dari perbukitan berada dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dengan sumber airnya berasal dari Danau Tumutan 7 (Swarna Bhumi).


Air Terjun Batu Rigis ( Foto diambil saat musim kemarau + - 5 bulan)

Aliran sungainya cukup deras dan berbatuan yang akan bermuara di Sungai Padang Guci, dengan kolam yang terbentuk di bawahnya sangat dalam dan luasnya sekitar 12 meter. Pada kolamnya, terlihat airnya sangat jernih dan berwarna hijau sehingga sangat memanjakan mata. Disekitarnya terdapat pohon-pohon besar membuat suasana di lokasi sangat sejuk dan dingin.

Air Terjun Batu Rigis ini mempunyai keindahan yang unik dan luar biasa, selama perjalanan kita akan menikmati view hutan hujan tropis yang masih hijau. Lokasinya terletak jauh dibagian dalam hutan, sehingga memberikan sensasi tersendiri bagi yang suka petualangan. Pada saat berjalan menuju lokasi air terjun Batu Rigis, rindangnya pepohonan, merdunya suara alam, segarnya udara dan indahnya gemercik air yang mengalir, view batu-batu besar, menghapus haus dan letih saat kita menuju lokasi air ini.

Untuk menuju ke lokasi air terjun, kita harus berjalan kaki sekitar 4 jam, dimulai dari PLTMH Padang Guci Hulu hingga Muara Tiga berjalan, dengan menelusuri jalan setapak selama 2.5 jam, dilanjutkan dengan mengikuti jalur sungai Padang Guci hingga Muara Air Terjun Batu Rigis lebih kurang 1.5 jam perjalanan. Kemudian dari Muara Air Terjun Batu Rigis masuk dengan menelusuri aliran sungai Batu Rigis sepanjang 150 meter hingga lokasi Air Terjun.  Karena lokasinya  jauh bagi yang ingin berkunjung ke sini, dusarankan untuk "camping". 

Senin, 04 Januari 2016

Bukit Raje Mendare Padang Guci Kab. Kaur

Bukit Raje Mendare merupakan bukit barisan dataran tinggi Sumatera yang membentang dari provinsi NAD hingga provinsi Lampung. Lokasinya berada diantara perbatasan 3 (tiga) Provinsi yaitu Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Secara administratif  lokasi bukit ini berada dalam wilayah Padang Guci Kab. Kaur provinsi Bengkulu.

Pada Bukit Raje Mendare terdapat tiga puncak utama yakni Puncak Gunung Patah pada ketinggian 2817 mdpl, Puncak Kawah 2650 mdpl, dan Danau Tumutan 7 (Swarna Bhumi) pada ketinggian 2450 mdpl yang merupakan sumber mata air bagi 2 propinsi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Selain itu dalam kawasan bukit ini terdapat Danau Merah yang unik layaknya darah.
 


Bukit Raje Mendare merupakan hutan hujan Sumatra yang masih perawan dengan vegetasi rapat, berupa rotan manau dan menyimpan kekayaan alam yang sangat menawan, memiliki keunikan tersendiri baik pembentukan batuan, bentang alam topografi dan budaya lokal masyarakat yang merupakan asal suku Besemah.

Berdasarkan pengamatan lapangan  langsung dan tak langsung ditemukan beberapa spesies mamalia besar  seperti owa, siamang, rusa sambar jejak jejak, beruang, macan tutul. Sedangkan tumbuhan liar di identifikasi ada 20 spesies anggrek hutan, armophopalus (bunga bangkai) Rafflesia arnoldii. R. bengkuluensis,  juga kantong semar. 

Lokasi Bukit Raje Mendare juga diyakini penduduk lokal sebagai cikal bakal kerajaan Sriwijaya kecil diwilayah pedalaman Bukit Barisan sebelah barat. Namun, keberadaanya tersebut sampai saat ini belum terungkap dan masih merupakan misteri bagi bangsa Indonesia. Untuk mengungkapkannya perlu dipelajari tulisannya; yaitu Kaganga/Kagenge atau dikenal tulisan ulu (surat ulu) atau pallawa (Hanacaraka).

Potensi Wisata Rafflesia Kaur

Hutan tropis kabupaten Kaur provinsi Bengkulu menyimpan kekayaan alam yang bernilai sangat tinggi, ditumbuhi dua jenis flora langka dunia, yakni; rafflesia jenis arnoldii dan rafflesia jenis bengkuluensis. Sepanjang tahun 2014 hingga 2015 telah tercatat oleh Komunitas Pemuda Padang Guci Peduli Puspa Langka (KPPGPPL) sebanyak 35 rafflesia yang telah mekar. Kedua jenis rafflesia ini sering tumbuh di hutan kabupaten Kaur terutama di wilayah Padang Guci, Muara Sahung, dan Semidang Gumay Kaur Tengah.

Rafflesia arnoldii merupakan jenis rafflesia yang paling terkenal dan terbesar dari semua jenis yang ada didunia, mempunyai kisaran diameter 70 - 110 cm dan mempunyai warna orange sampai orange tua pada perigon.  Jenis ini pertama kali ditemukan pada tahun 1818 tepatnya di tepian Sungai Manna Pulo Lebar Kabupaten Bengkulu Selatan oleh seorang pemandu yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold yang sedang mengikuti ekspedisi Thomas Stanford Raffles di hutan Bengkulu. Jenis ini mempunyai sebaran geografis yang paling luas dan keberadaanya jenis ini terbanyak datang dari Propinsi Bengkulu.

Rafflesia arnoldii mekar di Padang Guci Hulu Kab. Kaur
Sedangkan Rafflesia bengkuluensis merupakan jenis terbaru dari Indonesia, jenis ini terbilang langka sejak di temukan dan dideskripsikan oleh Agus Susatya bersama dua rekannya dari Malaysia (Arianto, et Mat-Salleh) di desa Talang Tais Kabupaten Kaur pada tahun 2005. Susatya dkk, menggambarkan jenis ini berukuran medium dengan diameter bunga antara 50 - 55 cm. Helai perigon berwarna oranye tua atau merah bata. Rafflesia bengkuluensis mempunyai sebaran geografis terbatas yaitu di Talang Tais Kelam Tengah dan Padang Guci Hulu Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.

Rafflesia bengkuluensis mekar di Padang Guci Huku
Keistimewaan rafflesia yang bermekaran di kabupaten Kaur adalah lokasi bunga mekar dan bonggol-bonggolnya terbilang cukup ekstrim sehingga mempunyai daya tarik tersendiri bagi peminat wisata alam. Rata-rata lokasi rafflesia mekar cukup jauh dari pemukiman penduduk berada dalam kawasan hutan. Dimana untuk benar-benar sampai ke lokasi, pengunjung harus berkali-kali naik turun tebing, melintasi sawah/kebun penduduk, melintasi beberapa sungai besar dan anak sungai. pengunjung juga dapat menikmati flora liar lainnya yang ada di dalam hutan sekitar lokasi rafflesia. Selain itu, diluar kawasan raffflesia pengunjung dapat menikmati panorama sawah penduduk yang membentang luas disertai aktivitas tradisional penduduk, Sungai - sungai yang mengalir deras dan jernih.

Salam Lestari !!!
Bengkulu The Land Of Rafflesia !!
Sumber : KPPGPPL

Minggu, 03 Januari 2016

Sadar Wisata dan Kelompok Sadar Wisata dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata

Peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan memerlukan berbagai upaya pemberdayaann (empowerment), agar masyarakat dapat berperan lebih aktif dan optimal serta sekaligus menerima manfaat positif dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan untukn peningkatan kesejahteraannya. Pemberdayaan Masyarakat dalam konteks pembangunan kepariwisataan dapat didefinisikan sebagai: “Upaya penguatan dan peningkatan kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan, untuk dapat berpartisipasi dan berperan aktif sebagai subjek atau pelaku maupun sebagai penerima manfaat dalam pengembangan kepariwisataan secara berkelanjutan”. (Renstra Dit. Pemberdayaan Masyarakat, 2010)

Definisi tersebut menegaskan posisi penting masyarakat dalam kegiatan pembangunan, yaitu masyarakat sebagai subjek atau pelaku pembangunan; dan masyarakat sebagai penerima manfaat pembangunan. Masyarakat sebagai subyek atau pelaku pembangunan, mengandung arti, bahwa masyarakat menjadi pelaku penting yang harus terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pengembangan kepariwisataan, bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait lainnya baik dari pemerintah maupun swasta. Dalam fungsinya sebagai subjek atau pelaku masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab untuk bersama-sama mendorong keberhasilan pengembangan kepariwisataan di wilayahnya. Masyarakat sebagai penerima manfaat, mengandung arti, bahwa masyarakat diharapkan dapat memperoleh nilai manfaat ekonomi yang berarti dari pengembangan kegiatan kepariwisataan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial masyarakat yang bersangkutan.
 
Dalam kerangka pembangunan kepariwisataan tersebut, salah satu aspek mendasar bagi keberhasilan pembangunan kepariwisataan adalah dapat diciptakannya lingkungan dan suasana kondusif yang mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan kepariwisataan di suatu tempat. Iklim atau lingkungan kondusif tersebut terutama dikaitkan dengan perwujudan Sadar Wisata dan Sapta Pesona yang dikembangkan secara konsisten di kalangan masyarakat yang tinggal di sekitar destinasi pariwisata.

SADAR WISATA dalam hal ini digambarkan sebagai bentuk kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam 2 (dua) hal berikut, yaitu:
 
a) Masyarakat menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai tuan rumah (host) yang baik bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung untuk mewujudkan lingkungan dan suasana yang kondusif sebagaimana tertuang dalam slogan Sapta Pesona.
 
b) Masyarakat menyadari hak dan kebutuhannya untuk menjadi pelaku wisata atau wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu daerah tujuan wisata, sebagai wujud kebutuhan dasar untuk berekreasi maupun khususnya dalam mengenal dan mencintai tanah air.

SAPTA PESONA, sebagaimana disinggung di atas adalah : “7 (tujuh) unsur pesona yang harus diwujudkan bagi terciptanya lingkungan yang kondusif dan ideal bagi berkembangnya kegiatan kepariwisataan di suatu tempat yang mendorong tumbuhnya minat wisatawan untuk berkunjung”. Ketujuh unsur Sapta Pesona yang dimaksud di atas adalah : 1) Aman, 2) Tertib, 3) Bersih, 4) Sejuk, 5) Indah, 6) Ramah, 7) Kenangan

Terwujudnya ketujuh unsur Sapta Pesona dalam pengembangan kepariwisataan di daerah akan bermuara pada:
1.  Meningkatnya minat kunjungan wisatawan ke destinasi
2.  Tumbuhnya iklim usaha kepariwisataan yang prospektif
3.  Meningkatnya lapangan pekerjaan dan peluang pendapatan, serta dampak ekonomi multi ganda pariwisata bagi masyarakat.
 
Sadar Wisata dan Sapta Pesona sebagai unsur penting dalam mendukung pengembangan destinasi pariwisata tentu tidak dapat terwujud secara otomatis tanpa adanya langkah dan upaya-upaya untuk merintis, menumbuhkan, mengembangkan dan melaksanakan secara konsisten di destinasi pariwisata. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan peran serta masyarakat secara aktif dalam mengembangkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona bersama-sama dengann pemangku kepentingan terkait lainnya. Dalam hal ini Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau kelompok penggerak pariwisata sebagai bentuk kelembagaan informal yang dibentuk anggota masyarakat (khususnya yang memiliki kepedulian dalam mengembangkan kepariwisataan di daerahnya), merupakan salah satu unsur pemangku kepentingan dalam masyarakat yang memilki keterkaitan dan peran penting dalam mengembangkan dan mewujudkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona di daerahnya.
 
Sumber : Pedoman Kelompok Sadar Wisata | 2012

Peran Strategis Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata

Kegiatan pembangunan kepariwisataan, sebagaimana halnya pembangunan di sektor lainnya, pada hakekatnya melibatkan peran dari seluruh pemangku kepentingan yang ada dan terkait. Pemangku kepentingan yang dimaksud meliputi 3 (tiga) pihak yaitu: Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, dengan segenap peran dan fungsinya masingmasing.

Masing-masing pemangku kepentingan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun harus saling bersinergi dan melangkah bersama-sama untuk mencapai dan mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan yang disepakati. Gambar 1.1. dibawah ini menunjukkan keterkaitan dan sinergi antar pemangku kepentingdan dalam kegiatan pembangunan kepariwisataan.\




Gambar 1.1. Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan Pariwisata
Sumber: Murphy, 1990
Jabaran peran dan fungsi masing-masing pemangku kepentingan tersebut secara lebih jelas adalah sebagai berikut:
1) Pemerintah sesuai dengan tugas dan kewenangannya menjalankan peran dan fungsinya sebagai fasilitator dan pembuat peraturan (regulator) dalam kegiatan pembangunan kepariwisataan.

2) Kalangan Swasta (pelaku usaha/ industri pariwisata) dengan sumber daya, modal dan jejaring yang dimilikinya menjalankan peran dan fungsinya sebagai pengembang dan atau pelaksana pembangunan kegiatan kepariwisataan;

3) Masyarakat dengan sumber daya yang dimiliki, baik berupa adat, tradisi dan budaya serta kapasitasnya, berperan sebagai tuan rumah (host), namun juga sekaligus memiliki kesempatan sebagai pelaku pengembangan kepariwisataan sesuai kemampuan yang dimilikinya. 

Uraian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kedudukan dan peran penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu dalam kerangka kegiatan pembangunan kepariwisataan dan untuk mendukung keberhasilan pembangunan kepariwisataan, maka setiap upaya atau program pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan posisi, potensi dan peran masyarakat sebagai subjek atau pelaku pengembangan.
Dalam kaitan inilah, program pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan merupakan langkah penting yang perlu dilaksanakan secara terarah dan berkesinambungan untuk menyiapkan masyarakat agar semakin memiliki kapasitas dan kemandirian, serta berperan aktif dalam mendukung keberhasilan pembangunan kepariwisataan di tingkat lokal, regional dan nasional.

Sumber : Pedoman Kelompok Sadar Wisata 2012

Sabtu, 02 Januari 2016

Air Terjun Cancap Padang Guci Kab. Kaur

Sungai Cancap merupakan salah satu sungai besar berbatuan seperti sungai Padang Guci, Sungai Cawang Kidau, Sungai Cawang Keruh, yang bersumber dari Bukit Barisan Sumatera. Sungai-sungai ini mengalir deras dari hulu bukit yang pada akhirnya semua bermuara ke Sungai Padang Guci menuju laut Samudera Hindia.

Keadaan topografi di hulu sungai yang berbukitan, membuat Sungai-sungai mengalir kecil karena terbagi menjadi berapa cabang dan memiliki banyak air terjun. Salah satunya adalah Air Terjun Cawang Kanan Sungai Cancap ini.



Secara geografis Air Terjun ini berada di lembah dalam kawasan Hutan Lindung Raje Mendare Padang Guci Kab. Kaur Bengkulu. Air Terjun ini mengalir cukup deras memilki ketinggian sekira 15 meter, memilki kolam penampungan cukup dalam dan luas sekira 4 x 6 m2 yang jatuh pada ketinggian sekira 1000 Meter Dari Permukaan Laut (mdpl).

Dengan menaiki tebing bejarak sekira 3 kilometer dari air terjun ini, juga terdapat air terjun cancap 2 (Dua) tingkat yang tinggi dan sangat alami, diperkirakan jatuh pada ketinggian 1800 mdpl. Namun, karena lokasi yang jauh sehingga air terjun ini belum bisa di abadikan.

Keadaan kawasan hutan dengan vegetasi lebat, pohon besar-besar dan hijau masih sangat alami membuat suasana dalam kawasan air terjun ini terasa sang sejuk dan memanjakan mata. Keadaan batu-batu yang berlumut membuat petualangan semakin seru. Lebih lanjut keberadaan Flora dan Fauna seperti Rafflesia arnoldii, binatang langka seperti harimau, kambing hutan, rusa dll masih dapat ditemui penduduk lokal yang berpetualang ke dalam wilayah ini.

Untuk menuju ke lokasi ini di butuhkan waktu sekira 2,5 jam. Dimulai dari desa menuju perkebunan pendunduk (0,5 jam), dilanjutkan berjalan kaki melewati perkebunan cancap sebanyak 7 kebun (1jam), kemudian dengan menelusuri aliran cawang kanan Sungai Cancap (1 jam).